Makalah
Macam-Macam Kitab Hadis
A. PENDAHULUAN
Keberadaan hadis sebagai salah
satu sumber ajaran islam memiliki perkembangan dan penyebaran yang kompleks.
Sejak dari masa prakodifikasi, zaman Nabi, sahabat, dan tabiin hingga setelah
pembukuan. Sebelum sampai masa pembukuan, penulisan hadis seringkali menjadi
bahan kontroversi di kalangan sebagian kaum muslim maupun non muslim. Ada
sebagian yang menolak untuk menerima otentisitas Hadis Nabi lantaran mereka
berargumen bahwa Hadis Nabi ditulis dan dibukukan dua abad sesudah wafatnya
Rasulullah Muhammad, suatu rentang waktu yang agak lama berlalu sehingga dapat
menyebabkan timbulnya perubahan dan pergeseran lafaz serta makna hadis yang
bersangkutan.
Dalam sejarah perkembangannya,
hadis pernah mengalami masa transisi, yakni dari tradisi oral ke tradisi
tulisan, dan penulisannya membutuhkan waktu yang lebih panjang ketimbang
pengkompilasian Alquran. Lama setelah Nabi saw. wafat, ungkapan-ungkapan dan
segala hal yang berkaitan dengan diri beliau menjadi objek penelitian intensif
para ulama hadis untuk dikoleksi dalam bentuk tulisan. Para ulama hadis hampir
sepakat mengatakan bahwa kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh khalifah
Umar bin Abdul ‘Aziz yang memerintah pada tahun 99-101 H. [1]
Fokus tulisan ini adalah membahas
macam-macam kitab hadis yang pernah muncul dan beredar di dunia pengkajian
hadis. Pembahasannya diupayakan untuk selalu disandarkan ke latar sejarah
(historical setting) perkembangan hadis. Pembahasan peringkat (martabat atau
ranking) kitab-kitab hadis yang dianalisis secara kualitatif hanya pada
kitab-kitab kanonik dan ensiklopedik yang paling sering diapresiasi mayoritas
muslim. Sebelumnya akan dibahas juga peringkat dari macam-macam koleksi kitab
hadis ala prinsip generalisasi. Analisis kualitas menyangkut kajian seluruh
aspek koleksi (kitab) hadis yang meliputi nilai hadis (syarat-syarat yang
ditetapkan), sistematika penulisan, ketelitiannya, dll. Masing-masing kitab
yang menempati tingkat tertentu akan dibahas juga kekurangan-kelebihannya,
pujian, dan kritikan terhadapnya.
PEMBAHASAN
B. MACAM-MACAM KITAB HADIS
Sebagaimana halnya dengan ilmu
hadis, penulisan kitab-kitab hadis juga selalu berkembang. Para penulis
kitab-kitab hadis tersebut mempunyai cara dan corak yang berbeda-beda, terutama
dalam sistematikanya. Para Muhaddisin telah menulis berbagai jenis kitab hadis
dalam berbagai bidang bahasanya. Para pengkaji dan peneliti hadis yang datang
kemudian telah mengelompokkan kitab-kitab hadis yang bervariasi tersebut ke
dalam beberapa kelompok. Jika dikelompokkan macam-macam kitab hadis secara
garis besar adalah sebagai berikut:
A. Kitab-kitab Hadis yang Disusun
Berdasarkan Bab
Dalam kitab-kitab ulama terdahulu
jenis ini disebut dengan al-Asnāf. Teknik penyusunan kitab jenis ini adalah
mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema yang sama menjadi satu judul umum
yang mencakupnya; seperti Kitāb as-Salāh, Kitāb az-Zakāh, dan Kitāb al-Buyū’.
Kemudian hadis-hadisnya dibagi-bagi menjadi beberapa bab. Masing-masing bab
mencakup satu atau beberapa hadis yang berisi masalah juz’iyyah. Setiap bab
diberi judul yang menunjukkan temanya, seperti bab Miftāh as-Salāh at-Tahūr.
Para muhaddisin menyebut judul bab itu dengan tarjamah.[2]
Keistimewaan kitab-kitab jenis
ini mudah dijadikan sebagai kitab sumber, sehingga menjadi tumpuan utama bagi
para penuntut ilmu dan para peneliti. Bagi orang yang ingin mencari hadis-hadis
tentang masalah tertentu, kitab ini akan sangat membantunya, mencari
hadis-hadis yang ia perlukan. Bagi orang yang ingin mencari sumber hadis-hadis,
judul-judul yang telah didapatkan kitab jenis ini merupakan petunjuk untuk
mendapatkan hadis-hadis yang ia cari .
Penyusun kitab-kitab
berdasarkan bab itu ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya:
1. Al-Jawāmi’
Kata Kitāb al-Jawāmi’ adalah
bentuk dari jamak dari kata al-Jāmi’.[3] Kitab Jāmi’ menurut istilah para
Muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan bab dan mencakup
hadis-hadis berbagai sendi ajaran Islam dan sub-subnya. Secara garis besar
bab-babnya mencakup tentang aqidah, ibadah muamalah, perjalanan hidup Nabi saw,
perbudakan, fitnah, dan berita hari kiamat.[4]
Kitab Jāmi’ itu sangat banyak,
yang termahsyur diantaranya adalah: al-Jāmi’ as-Sahīh karya al-Bukhari,
al-Jāmi’ as-Sahīh karya Imam Muslim. . Dan al-Jāmi’ karya Imam at-Turmudzi atau
yang dikenal dengan Sunan at-Turmudzi. kitab ini disebut Sunan karena ia lebih
menonjolkan hadis-hadis hukum.[5]
2. As-Sunan
Kitab Sunan adalah kitab-kitab
yang menghimpun hadis-hadis hukum yang marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab
fiqh. Kitab jenis ini hanya memuat hadis-hadis tertentu bukan semua aspek
ajaran Islam. Kitab sunan memuat hadis sahih, hasan dan daif. Kitab-kitab sunan
yang masyhur adalah sunan Abi Dāwud, Sunan At-Turmudzi, Sunan An-Nasā’i, dan
Sunan Ibnu Mājah.[6]
3. Al-Musannafāt
Kata al-Musannāf mengandung makna
yang sama dengan muwatta’āt yaitu kitab hadis yang disusun berdasarkan bab-bab
fiqh akan tetapi mencakup hadis mawqūf, hadis maqtū’, disatukan dengan hadis
marfū’, karena kitab-kitab jenis ini umumnya disusun pada awal pembukuan
hadis.[7] Kitab musannaf yang terkenal adalah musannaf Abdur Razzāq bin Hammām
as-Sahanī. Dan musannaf Abū Bakar bin Abū Syaibah.
4. Al-Mustadrakāt
Kata Al-Mustadrakāt bentuk jamak
dari mustadrak. Al-Mustadrakāt merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis
yang tidak dimuat dalam kitab-kitab tertentu yang sebenarnya hadis-hadis
tersebut memenuhi syarat yang dipegangi oleh penulis kitab tersebut.[8] Kitab
al-Mustadrak yang terkenal adalah kitab al-Mustadrak ‘alā As-Sahīhaini karya
Al-Hakim Al-Naisaburi (321-405 H) dan Kitab Al-Ilzamāt karya Al-Dar Quthni
(306-385 H).[9]
5. Al-Mustakhrajāt
Kata Al-Mustakhrajāt merupakan
bentuk jama dari kata al-Mustakhraj. Al-Mustakhrajāt merupakan kitab hadis yang
memuat hadis-hadis yang diambil dari kitab hadis lain yang oleh penulisnya
diriwayatkan dengan sanad sendiri, bukan dengan sanad yang serupa dengan sanad
kitab semula. Kitab Al-Mustakhraj yang masyhur adalah kitab Mustakhraj atas
sahihain atau salah satunya.[10]Kitab yang paling banyak dibuat kitab
mustkharajnya ialah sahīh bukhārī dan sahīhmuslim. [11]
B. Kitab-kitab hadis yang disusun
berdasarkan urutan nama-nama sahabat
Yaitu kitab-kitab yang menghimpun
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat ditempat yang khusus dan
mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya. Teknik penyusunan seperti ini
sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh
para sahabat dari Nabi saw. Dan mempermudah pengecekannya; lebih-lebih
keberadaan kitab seperti ini merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi
pencarian sumber hadis yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya,
serta faidah-faidah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadis.
Kitab-kitab hadis yang
disusun berdasarkan nama-nama sahabat ini ada dua macam, yaitu[12]:
1. Kitab Musnad
Kitab musnad adalah kitab hadis
yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan sahabat itu ada kalanya
disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah, ada kalanya berdasarkan urutan
waktu masuk islamnya, dan ada kalanya berdasarkan keluhuran nasabnya.
Jumlah kitab Musnad ini sangat
banyak, yang paling masyhur dan paling tinggi martabatnya adalah Al-Musnad
karya Al-Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.
2. Al-Atrāf
Kata Atrāf adalah jama’ dari
tharf yang berarti bagian dari sesuatu.[13] Tharf hadis adalah bagian hadis
yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau pernyataan yang dapat
menunjukkan hadis, seperti hadis innama al-a’mālu bi An-niyyāt.[14]
Kitab al-Atrāf adalah kitab-kitab
yang disusun untuk menyabutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya,
biasanya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadis saja.[15] lalu disebutkan
sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan
sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.
Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap, dan bagian hadats yang
dimuat pun tidak pasti bagian dalam arti tekstual.
C. Al-Ma‘ājim
Kata al-Ma‘ājim adalah bentuk
jamak dari kata al-mu’jam. Kitab mu’jam menurut istilah para muhaddisin adalah
kitab hadis yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang
kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah (alfabetis). Beberapa
kitab mu’jam yang terkenal adalah tiga buah kitab mu’jam karya Al-Muhaddis
al-Hafizh al-Kabir Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H).
Ketiga kitab mu’jam itu adalah: al-Mu’jam al-Sagīr, al-Mu’jam al-Ausat, dan
al-Mu’jam Al-Kabīr.[16] Dua mu’jam yang pertama disusun berdasarkan urutan nama
guru-gurunya, sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama
para sahabat menurut urutan huruf mu’jam.
D. Kitab-kitab yang disusun
berdasarkan urutan awal hadis
Yaitu kitab-kitab hadis yang
menyebutkan beberapa kata awal setiap hadis yang disusun berdasarkan urutan
mu’jam . Jadi dimulai dengan hadis yang diawali dengan huruf alif, lalu hadis
yang diawali dengan huruf ba’, dan seterusnya.
Kitab seperti ini memberikan
banyak kemudahan bagi orang yang menelaahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu
harus diketahui dengan pasti huruf awal setiap hadis yang dicari sumbernya itu.
Bila tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu. Kitab-kitab hadis yang
disusun dengan cara seperti ini ada dua macam antara lain:[17]
a) Kitab Majami’, yaitu
kitab-kitab yang merupakan himpunan hadis dari berbagai kitab hadis.
b) Kitab-kitab tentang
hadis-hadis yang sering diucapkan oleh orang umum.
Kitab ini mencakup banyak hadis
yang sering diucapkan oleh umat pada umumnya, dan kebanyakan hadisnya tidak
terdapat dalam kitab lain yang sejenis.
E. Kitab-kitab Himpunan Hadis
Yaitu kitab-kitab yang disusun
untuk menghimpun hadis dari sejumlah kitab sumber hadis. Kitab-kitab jenis ini
disusun dengan dua cara yaitu:[18]
1. Kitab Hadis yang berdasarkan
urutan bab
Diantara kitab jenis ini yang
terpenting adalah: a). Jami’ al-Ushūl min Ahadīs ar-Rasūl karya Ibnul Atsir
al-Mubarak ditulis tanpa disertai sanad. Setiap hadis diberi penjelasan ringkas
tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak disertai dengan penjelasan tentang
derajad hadis-hadis sunan, bahkan ia tidak menyebutkan komentar al-Turmudzi
terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para
pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya. b). Kanzul
‘Ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karya al-Syaikh Al-Muhaddis Ali bin Hisam
al-Muttaqi al-Hindi(W.975 H), merupakan sembilan puluh tiga buah kitab hadis,
menurut hasil perhitungan, sehingga ia tampil sebagai kitab hadis yang komplit
dan tidak ada duanya.
2. Hadis-hadis yang disusun
berdasarkan urutan huruf-huruf pertama pada mu’jam
Di antara kitab jenis ini yang
terpenting adalah: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau Jam’ul Jawami’ karya Imam
al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan cikal bakal kitab Kanzul
Ummal. b) Al-Jami’ as-Sagīr li Ahadis al-Basyir an- Nazir karya As-Suyuthi
pula. Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-Jami’ al-Kabīr.
a. Kitab az-Zawā’id
Az-Zawāid merupakan kitab –kitab
hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab
hadis yang lain, yakni selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang
diperbandingkan itu. Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab az-Zawā’id
ini, sebagian yang terkenal adalah: 1) Majma’ az-Zawā’id wa Manba’ al-Fawā’id
oleh al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. 2) Al-Matālib al-‘Aliyah
bi Zawā’id al-Masānid as-samāniyah karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar
al-Atsqalani. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang melebihi al-Kutub
al-Sittah.[19]
b. Kitab-Kitab Takhrīj
Yaitu kitab-kitab yang disusun
untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara kitab takhrij yang
penting adalah: 1) Nashbu Ar-Rāyah li Ahādis al-Hidāyah karya Jamaluddin Abu
Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al- Hanafi. Kitab ini merupakan takhrij
hadis-hadis kitab Hidayah, sebuah kitab fiqh mazhab Hanafi, yang disusun oleh
Ali bin Abu Bakar al-Maghinani. 2) Al-Mughni ‘an Haml al-Asfār fi al-Asfār fi
Takhrīj Mā fi al-Ihya’ min al-Akhbār karya Imam Abdurrahim bin al-Husain
al-Iraqi. Kitab ini merupakan kitab takhrij hadis-hadis dalam kitab Ihya ‘Ulūm
al-Dīn karya Imam Al-Gzālī.[20]
c. Al-Ajzā’
Al-Juz’ merupakan kitab yang
disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan dari seorang perawi,
baik dari kalangan sahabat maupun generasi setelahnya.[21] seperti Juz’ Hadis
Abi Bakar dan Juz’ Hadis Malik. Pengertian lain menjelaskan bahwa al-Juz’
adalah kitab hadis yang membahas sanad-sanad sebuah kalimat seperti Ikhtiyar
al-Aulani Hadis Ikhtisham al-Mala’I al-A’la karya al-Hafiz Ibnu Rajab.
d. Al-Masyikhat
Al-Masyikhat adalah kitab-kitab
yang disusun untuk menghimpun nama guru-guru penyusunnya, hadis atau kitab yang
mereka terima beserta sanadnya, berikut para penyusunnya. Di antara kitab
semacam ini yang paling masyhur adalah agenda pengajian hadis yang ditulis oleh
al-Ra’aini yang diberi judul al-Nubdzat al-mustafad minal riwayat wa al-isnad.
e. Al-‘Ilal
Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis
yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang memiliki cacat, disertai
penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini merupakan puncak
prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja
keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad , memusatkan pengkajian dan
mengulang-ngulanginya untuk mendapat kesimpulan.[22]
Dari segi jumlah, koleksi dari
berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan sulit dipastikan. Pada
abad pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani menaksir ada ratusan
booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar. Kemudian bila ditambah seratus
tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet
dengan (ditambah) kitab hadis yang muncul. Bahkan, katanya, para ulama hadis
mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah
kecil yang masih bisa dijumpai. Mengenai hal ini, Azami(1977) mengajukan dua
hipotesis, pertama, perkiraannya tentang jumlah koleksi yang sampai ratusan
(bahkan ribuan) tadi adalah salah total. Hipotesis kedua, koleksi-koleksi
tersebut pada suatu waktu memang ada, namun semakin punah.
Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.[23]
Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.[23]
Adapun mengenai kitab koleksi
hadisnya siapa yang lebih dulu muncul, juga muncul perbedaan pendapat. Sebagai
contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib
(1989), berpendapat bahwa pada kurun awal dari kalangan tabiin, ahli yang
pertama kali mencatat hadis dan membukukannya menjadi sebuah koleksi (Musannāf)
adalah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4 H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata
Rida, terkenal sebagai yang pertama karena melakukannya atas dasar perintah
khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri berpendapat bahwa penulisan hadis
yang bersifat perorangan (berbentuk koleksi pribadi) sudah ada sejak periode
sahabat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w. 63/682) dan Hammam ibn
Munabbih (w. 101/719) yang mempunyai koleksi sahifah. Sedangkan, kalau koleksi
yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu
Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri. [24]
C. PERINGKAT-PERINGKAT KITAB
HADIS
Ad Dahlawy membagi
derajat kitab-kitab hadis kepada empat tingkatan :
Pertama : al Muwaththa’at
Muwaththa‘at merupakan bentuk
jamak dari muwaththa’. Menurut bahasa ia bermakna sesuatu yang dimudahkan atau
yang disediakan. Dikatakan jenis kitab ini dengan muwaththa’ karena penyusunnya
berusaha untuk memudahkan para peminat hadis dan menyediakannya untuk mereka.
Salah satu kitab yang diberi nama muwaththa’ adalah karya Malik bin anas
al-Ashbahi. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang berisi atsar, fatwa, amal
ahli madina, dan sunnah Rasul saw.
Ulama yang mensyarahkan
al-Muwaththa’ antara lain : ‘Abd al-Barr, dengan nama at-Tamhid wa al-Istidkar,
‘Abul-Walid, dengan nama al-Mau’ib, az-Zarqani dan ad-Dahlawi dengan nama
al-Musawa[25].
Kedua : Sunan yang Empat
Yang dimaksud dengan sunan yang
empat, yaitu : sunan Abu Daud, sunan at-Turmudzi, sunan an-Nasa’I, dan sunan
Ibnu Majah. Keempat kitab sunan tersebut masyhur dikenal dengan sebutan
as-sunan al-Arbaah.
Ketiga : Seluruh Musnad yang lain
dari Musnad Ahmad, yang kandungannya bercampur baur, ada yang shahih, ada yang
hasan, ada yang dhaif, bahkan ada yang mungkar, seperti Musnad Abu Ya’la, sunan
al-Baihaqy kitab-kitab Ath Thatawy dan kitab Ath Thabrany.
Keempat : Kitab-kitab yang
dimaksud oleh penyusunnya mengumpulkan segala rupa hadis, untuk kepentingan
mereka masing-masing yang membantu pendirian dan faham, seperti : kitab-kitab
Ibnu Asakir-Ad Dailamy-Ibnun Najjar Abu Nu’aim dan yang sesamanya.[26]
D. KESIMPULAN
Secara kuantitas kitab hadis dari
berbagai macam (tipe) sangatlah berlimpah dan sulit dipastikan. M. Azami berani
menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar pada abad
pertama H. Kemudian bila ditambah seratus tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan
lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang
muncul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai
ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa dijumpai.
Penetapan peringkat kitab-kitab
hadis memang penting bagi masa-masa lampau. Namun, bagi para pengapresiasi
hadis kontemporer, kedudukan peringkat suatu kitab hadis tampaknya tidak begitu
penting. Sembari menawarkan berbagai metode pemahaman dan pemaknaan hadis
secara tepat, mereka mengapresiasi tinggi setiap hadis dari manapun asal
kitabnya (Sunni dan Syi‘ah) atau apapun nilainya. Yang lebih penting adalah
kritisisme, di antaranya dengan memaskai pisau analisis sejarah.
- Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2011).
- Nasuruddin ‘Itr, ‘Ulum Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995).
- Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan: Perdana Publising, 2011).
- Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah al-Hadis, edisi terjemahan bahasa Indonesia: Intisari Ilmu Hadis oleh Muhtadi Ridwan, (Malang: UIN Malang Press, 2007).
- Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis (Damaskus: Daar al-Fikr,1997).
- Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis, Biografi Penulisnya dan Sistematika Penulisannya, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2006).
- Hasbi Ash-Shiddieqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
- Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq, 2005).
- Azami, Muhammad Mustafa, Studies in Hadith Methodology and Literature. Indianapolis, (Indiana: American Trust Publications, 1977).
- M. ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Hadis, (Jakarta: Gaya Media, 2007).
_____________________
[1] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu
Hadis, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2011), h. 68.
[2] Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum
al-Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 1995), h. 181.
[3] Ramli Abdul Wahid dan Husnel
Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan: Perdana Publising, 2011), h.
92
[4] Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah
al-Hadis, edisi terjemahan bahasa Indonesia: Intisari Ilmu Hadis oleh Muhtadi
Ridwan, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 188.
[5] Nuruddin ‘Itr, Op.Cit, h.
182.
[6] Ibid, h. 183.
[7] Ramli Abdul Wahid dan Husnel
Anwar Matondang, Op.Cit, h. 159.
[8] Ibid, hal. 164.
[9] Nawir Yuslem, Sembislan Kitab
Induk Hadis, Biografi Penulisnya dan Sistematika Penulisannya, ( Jakarta: Hijri
Pustaka Utama, 2006), h. 105.
[10] Ramli Abdul Wahid, Studi
Ilmu Hadis, Op.Cits, h. 86.
[11] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h. 139.
[12] Nuruddin ‘Itr, Manhaj
an-Naqd fī ‘Ulūm al-Hadīs, (Damaskus : Dār al-Fikr, 1997) h. 201.
[13] Munjid, (Beirut: Dar
al-Masyriq, 2005) , h. 464.
[14] Nuruddin ‘Itr, Manhaj
an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis, Op.Cit,h. 201.
[15] Ramli Abdul Wahid dan
HusnelAnwar Matondang, Kamus lengkap. Op.Cit, h. 29.
[16] Mahmud Thahhan, Op.Cit, h.
188.
[17] Nuruddin ‘Itr, Manhaj
an-Naqd fii ‘Ulum al-Hadis, Op.Cit, h. 203.
[18] Ibid, h. 205
[19] Ibid, h. 206-207.
[20] Ibid, h. 208.
[21] Ramli Abdul Wahid, Studi
Ilmu Hadis, Op.Cit, h. 87.
[22] Ibid.
[23] Azami, Muhammad Mustafa,
Studies in Hadith Methodology and Literature. Indianapolis, (Indiana: American
Trust Publications, 1977), h. 212.
[24] M. ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul
Hadis, (Jakarta: Gaya Media, 2007), h. 186
[25] Ramli Abdul Wahid dan
HusnelAnwar Matondang, Kamus lengkap. Op.Cit, h. 182
[26] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadis, Op.Cit, h. 141
Demikianlah Artikel ini, kami berharap bisa memberikan manfaat serta isnpirasi dan Sekianlah artikel kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel bermanfaat dalam situs kami, terima kasih atas kunjungan anda.