KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM



KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Allah SWT begitu mulia, karena selain bentuk yang sempurna manusia juga dibekali piranti-piranti berupa akal, fitrah, qolbu, dan nafsu sehingga ia mampu mentransformasikan segala anugerah itu untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam mencapai kesempurnaan sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat  mencapai itu semua manusia butuh proses atau kegiatan yang ilmiah yaitu pendidikan.
Pendidikan merupakan bentuk usaha sadar dan terencana yang berfungsi untuk mengembangkan potensi yang ada pada manusia agar bisa digunakan untuk kesempurnaan hidupnya dimasa depan nanti. Jika dilihat dalam perspektif Islam adalah untuk membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) dan menciptakan bentuk masyarakat yang ideal dimasa depan. Dari istilah insan kamil ini maka segala aspek dalam pendidikan haruslah sesuai dengan idealitas Islam.
Setiap kegiatan yang akan dilakukan apa lagi untuk mencapai sesuatu dari yang dilakukan tersebut memerlukan suatu perencanaan atau pengorganisasian yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian juga dalam suatu pendidikan baik jenis dan jenjangnya pasti memerlukan suatu program yang terencana dan sistematis sehingga dapat menghantarkan pada tujuan yang diinginkan, yang proses perencanaan ini dalam istilah pendidikan disebut dengan kurikulum.
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Disamping itu, kurikulum juga hendaknya dapat dijadikan ukuran kwalitas proses dan keluaran pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki setiap lulusan sekolah.[1]
Salah satu tugas dari filsafat pendidikan Islam adalah memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang akan dicapai harus direncanakan atau di programkan melalui kurikulum. Oleh karena itu kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan pada lembaga pendidikan islam. Dengan demikian akan menjadi jelas dan terencana tentang bagaimana dan apa yang  harus diterapkan dalam proses belajar mengajar.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka fokus pembahasan makalah ini adalah “ Bagaimana Kurikulum Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam ?“

C.     Tujuan Makalah
1.     Untuk mengetahui  bagaimana kurikulum pendidikan Islam?
2.     Untuk mengetahui pentingnya kurikulum pendidikan Islam di Madrasah diniyah (Madin)



















BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Ciri Kurikulum
            Secara harfiah, kurikulum berasal dari bahasa Latin, ‘’ Curriculum’’, yang berarti bahan pengajaran.Ada pula yang mengatakan berasal dari bahasa Perancis, ‘’ Courier ‘’, yang artinya berlari.[2]
            Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘’curier’’ yang artinya pelari dan ‘’Curere’’ yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan di dunia olah raga yang berarti a lille recesourse ( suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam kontek dunia pendidikan, kurikulum berarti ‘’circle of intruction’’ yaitu suatu lingkaran pembelajaran dimana guru dan peserta didik terlibat di dalamnya. Adapula yang mengatakan kurikulum ialah arena pertandingan, tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran untuk mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah, atau gelar kesarjanaan.[3]
            Kata kurikulum  selanjutnya menjadi suatu istilah yang menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir, yaitu mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian  ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang berisi sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.[4]
Kurikulum dapat juga diartikan menurut fungsinya :
  1. Kurikulum sebagai program studi; kurikulum sebagai perangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik.
  2. Kurikulum sebagai konten; kurikulum adalah sebagai data atau informasi yang  tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
  3. Kurikulum sebagai kegiatan terencana; kurikulum adalah merupakan kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
  4. Kurikulum sebagai hasil belajar;kurikulum sebagai seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi atau menjelaskan secara terperinci cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil tersebut, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
  5. Kurikulum sebagai reproduksi cultural; kurikulum sebagai transfer dan refleksi butuir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
  6. Kurikulum sebagai pengalaman belajar; kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
  7. Kurikulum sebagai produksi; kurikulum sebagai seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
    Kurikulum juga bisa diartikan sebagai sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kecakapan yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya dengan maksud untuk menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
    [5]
            Dalam kosa kata bahasa Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum adalah jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka[6][6]
            Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diketahui pengertian bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan sikap.mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah sustu proses yang dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna melalui transformasi sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakekat pengetahuan. Keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia yang paripurna.
            Selanjutnya dilihat dari segi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan ilmu pendidikan, pengertian kurikulum sebagaimana telah disebutkan di atas kemudian mengalami perkembangan. Nasution (1991: 9) mengatakan bahwa kurikulum bukan hanya sekedar memuat sejumlah mata pelajaran, tetapi termasuk di dalamnya segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha itu dilakukan di dalam sekolah ataupun di luar sekolah.
            Pengertian kurikulum yang disebutkan tersebut sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Langgulung, bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olah raga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah untuk peserta didik di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya supaya dapat berkembang menyeluruh dalam segalah segi dan merubah tingkah laku mereka kea rah tujuan pendidikan.[7]
            Pendapat yang terakhir mengenai kurikulum ini berbeda dengan  pendapat yang dikemukakan sebelumnya. Perbedaan tersebut tampak dari segi sumber pelajaran yang termuat dalam kurikulum. Jika sebelumnya kurikulum (pendidikan) hanya terbatas pada kegiatan pengajaran yang dilakukan di ruang kelas, maka pada perkembangan berikutnya pendidikan dapat pula memanfaatkan berbagai sumber pengajaran yang terdapat di luar kelas, seperti perpustakaan, museum, majalah surat kabar,media elektronik dan sebagainya.
Dengan demikian, cakupan bahan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum pada masa sekarang tampak semakin luas. Hal ini selain disebabkan kemajuan di bidang  ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagaimana telah disebutkan di atas, juga karena semakin bertambahnya beban yang harus dipikul oleh sekolah.
            Berdasarkan tuntutan perkembangan yang demikian itu, para perancang kurikulum dewasa ini menetapkan bahwa kurikulum harus mempunyai empat unsur utama, yaitu: (1).Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.Maksudnya orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu; (2). Pengalaman (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu,bagian ini pulalah yang di masukkan di silabus; (3). Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru untuk mengajar dan mendorong peserta didik belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum; (4).Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum, seperti ujian triwulan, ujian akhir, dan lain-lain.[8]
            Berangkat dari keempat hal yang menjadi aspek pokok kurikulum, maka jika dikaitkan dengan filsafat pendidikan yang dikembangkan pada pendidikan Islam tentu semua akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri.            Pendidikan yang merupakan suatu proses memanusiaan manusia pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, setiap proses pendidikan akan berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat (agent of change). Dalam upaya itu, setiap proses pendidikan membutuhkan seperangkat sistem yang mampu mentransformasi pengetahuan, pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah satu komponen operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana ketika kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang diajarkan atau dididikkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan yang hendak dicapai.  
B.     Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
            Berdasrkan ciri dan karakteristik di atas, kurikulum pendidikan Islam dibuat dan disusun dengan mengikuti prinsip:
Menurut Al-Taumi sebagaimana yang di kutip oleh Muhammad Zein dalam bukunya ‘’ Materi Filsafat Pendidilan Islam “, prinsip dasar yang harus dipegengi dalam menyusun kurikulum pendidikan Islam adalah:
1)      Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan agama,termasuk ajaran dan nilainya.
2)      Tujuan dan kandungan kurikulum pendidikan Islam harus menyeluruh (universal)
3)      Tujuan dan kandungan kyrikulum pendidikan Islam harus adanya keseimbangan.
4)      Kurikulum pendidikan Islam harus berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan anak didik serta alam lingkungan di mana anak didik tersebut hidup.
5)      Kurikulum pendidikan Islam harus dapat memelihara perbedaanindividu diantara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan mereka.
6)      Kurikulum pendidikan Islam harus mengikuti perkembangan dan perubahan zaman, filsafah, prinsip, dasar, tujuan dan metode pendidikan islam harus dapat memenuhi tuntutan zaman.
7)      Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan pengalaman dan aktifitas anak didik dalam masyarakat.[9]
H.M. Arifin dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan Islam” mengemukakan empat prinsip dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam yaitu:
1)      Kurikulum pendidikan yang sejalan dengan idealitas islami adalah kurikulum yang mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk tujuan hidup islami.
2)      Untuk berfungsi alat yang efektif mencapai tujuan tersebut, kurikulum harus nengandung tata nilai islami yang intrinsik dan ekstrinsik mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam.
3)      Kurikulum yang bercirikan islami itu diproses melalui metode yang sesuai dengan nilai yang terkandung di dalam tujuan pendidikan Islam
4)      Antara kurikulum, metode, dan tujuan pendidikan Islam harus saling menjiwai dalam proses mencapai produk bercita-citakan menurut ajaran Islam.[10]

C.    Asas / Landasan  Kurikulum
Secara teoritis penyusunan sebuah kurikulum harus berdasarkan asas-asas tertentu. Asas – asas tersebut antara lain menurut S.Nasution yaitu :
1.      Asas Filosofis
Dalam pengembangan kurikulum muncul pertanyaan-pertanyaan pokok seperti: hendak dibawa kemana siswa yang dididik itu? Masyarakat yang bagaimana harus diciptakan melaui ikhtiar pendidikan? Apakah hakikat pengetahuan yang harus dipelajari dan dikaji siswa? Norma-norma atau sistim nilai yang bagaimana yang harus diwariskan kepada anak didik sebagai generasi penerus? Dan bagaimana seharusnya proses pendidikan itu berlangsung?
Sebagai landasan fundamental, filasafat memegang peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada  empat fungsi filasat dalam mengembangkan kurikulum yaitu:
a)Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat segaai pandangan hidup, atau value sistem, maka dapat ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita didik
b)      Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
c)      Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan. Sebagai sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
d)      Melalui filsafat dapat ditentukan baaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Dari penjelasan tentang fungsi-fungsi filasafat dalam pengembangan kurikulum maka semua pertanyaan pokok yang timbul dalam pengembangan kurikulum dapat terjawabkan. Filsafat merupakan asas/landasan yang paling utama dalam pengembangan kurikulum. Filsafat sangat penting, khususnya dalam pengambilan keputusan pada setiap aspek kurikulum, dimana setiap keputusan harus ada dasarnya (landasan filosofisnya). Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak tentu arah. Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan karena kurikulum menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan. Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak dapat dirancang sembarangan.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi-asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Asas filosofis membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam kepada tiga dimensi:ontologi, epistemologi, dan aksiologi.Dimensi ontologi mengarahkan kurikulum agar lebih banyak memberi anak didik kesempatan untuk berhubungan langsung dengan fisik-fisik, obyek-obyek. Pada mulanya dimensi ini diterapkan Allah SWT.dalam pengajaranNya kepada nabi Adam as dengan memberitahukan atau mengajarkan nama-nama benda  ‘’Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! " (QS.Al-Baqarah{2}:31) dan belum sampai pada tahap penalaran atau pengembangan wawasan.Demensi epistemologi adalah perwujudan kurikulum yang sah,yang berdasarkan metode kontruksi pengetahuan yang disebut metode ilmiah,yang sifatnya mengajak berfikir menyeluruh,reflektif dan kritis, implikasi dimensi epistemologi dalam rumusan kurikulum, isinya cenderung fleksibel karena pengetahuan yang dihasilkan tidak mutlak, tentatif dan dapat berubah-ubah.
Dampak dimensi epistimologi dalam rumusan kurikulum adalah:
1.      Penguasaan konten (the what) yang tidak sepenting dengan penguasaan bagaimana memperoleh ilmu pengatahuan itu. Berarti pemahaman atau penguasaan suatu ilmu itu tidak penting tapi bagaimana ilmu itu diperoleh (diproses) itu yang dikaji.
2.      Kurikulum lebih menitikberatkan pada pelajaran proses, maksudnya disini bagaimana siswa merekonstruksi ilmu?, aktivitas yang ada, serta bagaimana pemecahan suatu masalah?.
3.      Konten cenderung bersifat fleksibel karena pengetahuan itu bersifat tidak mutlak dan dapat berubah-ubah, karena alam akan mengalami perubahan dari saat kesaat. Umar bin al-Khattab menyatakan:
إن أبائكم قد خلقوا لجيل غير جيلكم و لزمان غير زمانكم
Artinya:
“Sesungguhnya anak-anakmu dijadikan untuk generasi yang lain dari generasimu, dan zaman yang lain dari zamanmu.
Dimensi aksiologi mengarahkan pembentukan kurikulum agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang ideal, supaya hidup dengan baik dan terhindar dari nilai-nilai yang tidak diinginkan.Nilai-nilai ideal ini bisa menimbulkan daya guna dan fungsi yang bermanfaat bagi peserta didik dalam kelangsungan hidup menuju kesempurnaan, kenyamanan dan dijauhi dari segala sesuatu yang menimbulkan kesengsaraan atau kerugian
Tugas ketiga dimensi tersebut merupakan kerangkah dalam perumusan kurikulum pendidikan islam. Dari berbagai macam filsafat pada dasarnya memberikan khasana intelektual di bidang kurikulum pendidikan islam lainnya, semakin banyak pula kontribusi teori dan konsep. Teori dan konsep yang ditimbulkan dari berbagai macam aliran filsafat tidak dapat begitu saja diterima atau ditolak, namun diseleksi terlebih dahulu kemudian hasilnya dimodifikasi pada khasana kurikulum pendidikan islam[11]
2.      Asas Sosiologis
Sekolah berfungsi mempersiapkan anak didiknya agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah tidak hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan tetapi sekolah juga berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu leh karena itu, kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Kenapa kurikulum harus berubah? demikian pertanyaan yang kerapkali dilontarkan orang, ketika menanggapi terjadinya perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia. Jawabannya pun sangat beragam, bergantung pada persepsi dan tingkat pemahamannya masing-masing. Sepanjang sejarahnya, di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan hingga ada kesan di masyarakat bahwa “ganti menteri, ganti kurikulum”.Perubahan kurikulum pada dasarnya memang dibutuhkan manakala kurikulum yang berlaku (current curriculum) dipandang sudah tidak efektif dan tidak relevan lagi dengan tuntutan dan perkembangan jaman dan setiap perubahan akan mengandung resiko dan konsekuensi tertentu.
Perubahan kurikulum yang berskala nasional memang kerapkali mengundang sejumlah pertanyaan dan perdebatan, mengingat dampaknya yang sangat luas serta mengandung resiko yang sangat besar, apalagi kalau perubahan itu dilakukan secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat serta tanpa dasar yang jelas.
Namun dalam konteks KTSP, perubahan kurikulum pada tingkat sekolah justru perlu dilakukan secara terus menerus. Dalam hal ini, perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh, namun bergantung kepada data hasil evaluasi. Mungkin cukup hanya satu atau beberapa aspek saja yang perlu dirubah.
Kita maklumi bahwa semenjak pertama kali diberlakukan KTSP yang terkesan mendadak, kegiatan pengembangan kurikulum di sekolah sangat mungkin diawali dengan keterpaksaan demi mematuhi ketentuan yang berlaku, sehingga model yang dikembangkan mungkin saja belum sepenuhnya menggambarkan kebutuhan dan kondisi sebenarnya di sekolah. Oleh karena itu, untuk memperoleh model kurikulum yang sesuai, tentunya dibutuhkan perbaikan-perbaikan yang secara terus-menerus berdasarkan data evaluasi, hingga pada akhirnya dapat ditemukan model kurikulum yang lebih sesuai dengan karakteristik dan kondisi nyata sekolah.
Justru akan menjadi sesuatu yang aneh dan janggal, kalau saja suatu sekolah semenjak awal memberlakukan KTSP hingga ke depannya tidak pernah melakukan perubahan-perubahan apapun. Hampir bisa dipastikan sekolah yang demikian, sama sekali tidak menunjukkan perkembangan. Oleh karena itu, dalam rangka menemukan model kurikulum yang sesuai di sekolah, sudah seharusnya di sekolah dibentuk tim pengembang kurikulum tingkat sekolah yang bertugas untuk memanage kurikulum di sekolah. Memang saat ini, di sekolah-sekolah sudah ditunjuk petugas khusus yang menangani kurikulum yang biasanya dipegang oleh wakasek kurikulum. Namun pada umumnya mereka cenderung disibukkan dengan tugas -tugas yang hanya bersifat rutin dan teknis saja, seperti membuat jadwal pelajaran, melaksanakan ulangan umum atau kegiatan yang bersifat rutin lainnya. Usaha untuk mendesain, mengimplementasikan, dan mengevaluasi serta mengembangan kurikulum yang lebih inovatif tampaknya kurang begitu diperhatikan. Dengan adanya Tim Pengembang Kurikulum di sekolah maka kegiatan manajemen kurikulum mungkin akan jauh lebih terarah, sehingga pada gilirannya pendidikan di sekolah pun akan jauh lebih efektif dan efisien.
Memberikan dasar untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.      Asas Organisatoris
Asas ini memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan itu disusun, dan bagaimana penentuan luas dan urutan mata pelajaran.
4.      Asas Psikologis
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mendidik anak didik sesuai dengan yang diharapakn dalam tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan bakat, minat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapa perkembangannya. Dengan alasan itulah kurikulum harus memperhatikan kondisi psikologis, perkembangan dan psikologi belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi dan kedangkalan pemahaman tentang anak dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktek pendidikan. Jadi, Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut agar dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.
Asas ini memberikan prinsip – prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dipahami oleh anak didik sesuai dengan perkembangan.[12]
D. Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Dengan melihat ciri, prinsip dan beberapa karakteristik kurikulum pendidikan Islam, Abdul-Rahman Salih Abdullah membagi kurikulum pendidikan Islam dalam tiga kategori sebagai berikut :
  1. Al-ulum al-diniyyah, yaitu ilmu-ilmu keislaman normatif yang menjadi kerangka acuan bagi segala ilmu yabng ada.
  2. Al-ulum al-insaniyyah, yaitu ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang berkaitan dengan manusia dan interaksinya, seperti  sosiologi, psikologi, antropologi, pendidikan dan lain-lain.
  3. Al-ulum al-kauniyyah, yaitu ilmu-ilmu kealaman yang mengandung azas kepastian, seperti fisika, kimia, matematika, dan lain-lain.[13]
Dengan ketiga kategori ini pendidikan Islam secara tegas menolak dualisme dan sekularisme kurikulum. Dualisme kurikulum menurut beliau mengandung dua bahaya . Pertama, ilmu-ilmu keislaman mendapat kedudukan lebih rendah daripada ilmu-ilmu lainnya. Kedua, lahirnya adopsi sekularisme yang mengorbankan domain agama yang pada gilirannta dapat melahirkan konsep anti-agama.[14]
Cakupan bahan pengajaran yang ada dalam suatu kurikulum kini terus semakin luas atau mengalami perkembangan karena tuntutan dari kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan, tekhnologi yang terjadi di dalam masyarakat, dan beban yang diberikan pada sekolah.
Berdasarkan tuntutan perkembangan itu maka para perancang menetapakan cakupan kurikulum meliputi 4 bagian yaitunya :[15]
  1. Tujuan merupakan arah, sasaran, target yang akan dicapai melalui proses belajar mengajar.
  2. Isi merupakan bagian yang berisi pengetahuan, informasi, data, aktifitas, dan pengalaman yang diajarkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
  3. Metode merupakan cara yang digunakan guru atau dosen kepada peserta didik untuk menyampaikan mata pelajaran agar mudah dimengerti.
  4. Evaluasi merupakan cara yang dilakukan guru untuk melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil mata pelajaran.
Untuk menentukan kualifikasi isi kurikulum pendidikan islam dibutuhkan syarat yang perlu diajukan dalam perumusan yaitu: (a). Materi yang disusun tidak menyalahi fitrah manusia, (b). Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan islam, (c). Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik, (d). Membawa peserta didik kepada objek empiris dan praktik langsung, (e). Penyusunan bersifat integral, terorganisasi, (f).  Materi sesuai dengan masalah mutakhir yang sedang dibicarakan, (g). Adanya metode yang sesuai, (h). Materi yang diajarkan berhubungan dengan peserta didik nantinya., (i).  Memperhatikan aspek sosial, (j).  Punya pengaruh positif, (k). Memperhitungkan waktu, tempat, (l).  Adanya ilmu alat yang mempelajari ilmu lain.
Setelah syarat itu dipenuhi disusunlah isi kurikulum pendidikan. Isi kurikulum menurut Ibnu Khaldum terbagi jadi 2 tingkatan:
1)      Tingkatan Pemula
Materi kurikulum difokuskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah
2)      Tingkatan Atas
Tingkatan ini punya 2 klasifikasi:
ü      Ilmu yang berkaitan dengan zatnya
ü      Ilmu yang berkaitan dengan ilmu lain seperti ilmu bahasa, matematika, mantiq
Menurut Al-Ghazali klasifikasi isi kurikulum pada 3 kelompok yaitu:
a.       Kelompok menurut kuantitas yang mempelajari
§         Ilmu fardhu ‘ain yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
§         Ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian orang muslim saja misalnya kedokteran, pertanian dan lainnya
b.      Kelompok menurut fungsinya
§         Ilmu tercela adalah ilmu yang tidak berguna  untuk masalah dunia maupun akhirat serta mendatangkan kerusakan
§         Ilmu terpuji adalah ilmu agama yang dapat mensucikan jiwa dan menghindari hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan diri pada allah
§         Ilmu terpuji dalam batasan tertentu tidak bolaeh dipelajari secara mendalam karena akan mendatangkan ateis.
c.       Kelompok menurut sumbernya
§         Ilmu Syar’iyah adalah ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu ilahi dan sabda nabi
§         Ilmu ‘Aqliyah adalah ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan eksperimen dan akulturas.
Allah berfirman dalam Q.S. Fushshilat ayat 53 mengenai isi kurikulum yang artinya:“Kami akan memeperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran iu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagi kamu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu”
Ayat tersebut terkandung tiga isi kurikulum pendidikan Islam,yaitu:
1.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”.
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan ketuhanan, mengenal dzat, sifat, perbuatan-Nya, dan relasinya terhadap manusia dan alam semesta. Bagian ini meliputi ilmu kalam, ilmu metafisika alam, ilmu fiqh, ilmu akhlak (tasawuf), ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah (tafsir, mushtholah, linguistic, ushul fiqh, dan sebagainya). Isi kurikulum ini berpijak pada wahyu Allah SWT.
2.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “kemanusiaan”.
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan perilaku manusia, baik manusia sebagai makhluk individu, makhluk social, makhluk berbudaya dan makhluk berakal. Bagian ini meliputi ilmu  politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi, antropologi, sejarah lenguistik, seni, arsitek, filsafat, psikologi, paedagogis, biologi, kedokteran, pedagangan, komunikasi, administrasi, matematika, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat anfusi.
3.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “kealaman”.
Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentingan manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian, perhutanan, perikanan, farmasi, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika, botani, zoology, biogenetik, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat afaqi.[16]






























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan sikap.mental, baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas.
  2. Kurikulum pendidikan islam mempunyai ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan kurikulum yang lain dan senantiasa bersifat dinamis, terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman.
  3. Prinsip kurikulum pendidian Islam Meliputi :
a)      Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan agama,termasuk ajaran dan nilainya.
b)      Tujuan dan kandungan kurikulum pendidikan Islam harus menyeluruh (universal).
c)      Tujuan dan kandungan kyrikulum pendidikan Islam harus adanya keseimbangan.
d)      Kurikulum pendidikan Islam harus berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan anak didik serta alam lingkungan di mana anak didik tersebut hidup.
e)      Kurikulum pendidikan Islam harus dapat memelihara perbedaanindividu diantara anak didik dalam bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan mereka.
f)        Kurikulum pendidikan Islam harus mengikuti perkembangan dan perubahan zaman, filsafah, prinsip, dasar, tujuan dan metode pendidikan islam harus dapat memenuhi tuntutan zaman.
g)      Kurikulum pendidikan Islam harus bertautan dengan pengalaman dan aktifitas anak didik dalam masyarakat.
  1. Filsafat pendidikan Islam berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan, memberikan arah bagi tercapainya tujuan pendidikan islam, sehingga kurikulum mengandung nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Adapun fungsi filasat dalam mengembangkan kurikulum yaitu:
§         Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat segaai pandangan hidup, atau value sistem, maka dapat ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita didik.
§         Filsafat dapat menentukan materi dan bahan ajaran yang diberkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
§         Filsafat dapat menentukan strategi atau cara penyampaian tujuan. Sebagai sistem nilai, filsafat dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran.
§         Melalui filsafat dapat ditentukan baaimana menentukan tolak ukur  keberhasilan proses pendidikan.
  1. Asas –asas kurikulum, meliputi:
o       Asas Filosofis.
o       Asas Sosiologis.
o       Asas Organisatoris.
o       Asas Psikologis.
  1. Isi Kurikulum Pendidikan Islam meliputi :
a)      Isi kurikulum berdasarkan pada ketuhanan.
b)      Isi kurikulum berorientasi pada manusia.
c)      Isi kurikulum berorientasi pada alam.















DAFTAR PUSTAKA

Nugiyantoro, Burhan, ,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan , BPFE ,Yogyakarta: 1980
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum.Cet ke-4.,Citra.Aditya Bakti, Bandung: 1991
Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam.cet.ke-1.. Ciputat Pers, Jakarta,, Yokyakarta : 2002
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1., Rake Sirasi,Jakarta: 1990
Al –Shaibani,Umar Muhammad al-Taumi.Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet. ke-2., Bulan Bintang, Jakarta: 1979
Al-Rasy Nata,Abudin. Filsafat Pendidikan Islam 1. Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997.
Suharto,Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Ar-Ruz Media, Yogyakarta: 2006
Idin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Histories, Teoritis, dan Praktis, Ciputat Press, Ciputat :  2005
Arifin, H.M. T.th, Filsafat Pendidikan Islam, cet.ke-4, Bumi Aksara Jakarta
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta : 2005
Uman Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara,1998
Muhaimin & Mujib Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangkah Dasar Oprasionalnya cet.ke 1, Trigenda Karya, Bandung: 1993
Adur- Rahman Salih ,t.t. EducationalTheory. A Qur’anic Outlook, Makkah Al-Mukarramah: Umm al-Qura University


[1] Nugiyantoro, Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah .Sebuah Pengantar Teoritis Dan Pelaksanaan (yogyakarta: BPFE, 1980), hlm 21
[2] Nasution, S. Pengembangan Kurikulum.Cet ke-4.(Bandung,Citra.Aditya Bakti,1991),hlm 9
[3] Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam.cet.ke-1.(Jakarta, Ciputat Pers,2002), hlm 55-56
[4] Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan.edisi ke-1( Yokyakarta, Rake Sirasi,1990), hlm 75
[6] Al –Shaibani,Umar Muhammad al-Taumi.Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, cet. ke-2( Jakarta, Bulan Bintang,1979), hlm 478
[7] Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan ,(Yogyakarta,Husna Zikra, 1995), hlm 145
[8] Ibid, hlm 303-304
[9] Uman Cholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya:Duta Aksara,1998), hlm 46
[10] Ibid, hlm 58
[11] Muhaimin & Mujib Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangkah Dasar Oprasionalnya cet.ke 1 (Bandung:Trigenda Karya 1993), hlm 188-190

[12] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,. Hlm 125


[13] Adur- Rahman Salih ,t.t. EducationalTheory. A Qur’anic Outlook, Makkah Al-Mukarramah: Umm al-Qura University., hlm 138-139
[14] Ibid, hlm 140
[15] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1,Jakarta :1997. hlm 176-177

[16] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta :  2005, hlm 148-154