PERATURAN DAERAH DKI JAKARTA NO. 8 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PEMPROV
DKI mengeluarkan perda No. 8 tahun 2007 tentang “KETERTIBAN UMUM”, di dalam
perda itu pemprov DKI mengatur tentang masalah ketertiban umum, yang antara
lain melarang para pedagang kaki lima yang berjualan di sepajang trotoar
ataupun tempat umum lainnya. Tapi yang kami sorot bukan masalah pelarangan
terhadap para pedagang kaki lima
itu. Di sini kami akan membahas tentang isi perda No 8 tahun 2007 yang melarang
bagi setiap warga masyarakat di Jakarta, agar tidak memberikan uang atau apapun
bentuknya kepada setiap; GEPENG (Gelandangan dan pengemis), Pengamen, Fakir
miskin, dan Anak jalanan.
Bagi
mereka yang secara terbukti memberi ataupun menerimanya dapat di hukum pidana
dan hukuman denda. Hal ini sesuai dengan isi perda no 8 tahun 2007. Hal itu
menurut saya sangat ironis, karena menurut UUD 1945, Pasal 34 ayat 1, sudah
sangat jelas. Di mana di dalam pasal itu sudah dijamin, bahwa negara menjamin
serta memelihara para anak jalanan, fakir miskin dan gelandangan. Jadi, menurut
saya hal itu harusnya tidak perlu di lakukan oleh pemprov DKI. Itu sama saja
pemprov DKI telah melanggar hak-hak dasar mereka. Karena dari jalananlah mereka
menggantungkan hidup, dan dari jalananlah mereka mencari nafkah.Jika hal itu
dilarang, mau kemana lagi mereka mencari sumber penghidupan?
Anak
jalanan, pengemis, fakir miskin, serta gelandangan juga merupakan bagian dari
warga negara. Itu semua hanyalah julukan atau sebutan mereka yang dilihat dari
sisi ekonomi, yang tidak bernasib baik seperti warga negara lainnya. Tidak ada
yang membedakan antara mereka dengan warga negara lain untuk mendapatkan
hak mereka sesuai dengan apa yang sudah di amanatkan oleh UUD 1945. Karena
konstitusi tidak melihat kedudukan setiap warga negaranya dari sudut apapun,
setiap warga negara dianggap sama.
Hal
yang saya uraikan di ataslah yang menjadi penyebab dan alasan saya memilih
judul makalah ini, dengan kata lain saya ingin membahas kerancuan–kerancuan
terhadap Perda tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang saya uraikan di atas, maka persoalan dalam makalah ini kami
rumuskan sebagai berikut; Apakah Perda No. 8 tahun 2007 tentang ‘’KETERTIBAN
UMUM’’ yang dikeluarkan oleh PEMPROV DKI sesuai dengan kebutuhan masyarakat Jakarta dan Apakah Perda
tersebut tidak berbenturan dengan peraturan – peraturan lain terutama UUD 1945?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pasal Perda yang menjadi Acuan Pembahasan
1) Analisis isi Perda
No. 8 Tahun 2007
i.
Uraian No. 21 Orang / badan
dilarang meminta bantuan / sumbangan di jalan, pasar, kendaran umum, rumah
sakit, sekolah, kantor. Hukuman denda minimal Rp 100.000, hukuman denda
maksimal Rp 2.000.000. Hukuman penjara minimal 10 hari, hukuman penjara
maksimal 60 hari. Pasal 39 ayat1
ii.
Uraian No. 22 Dilarang menjadi
pengemis, pengamen, pedagang asongan dan pengelap mobil. Hukuman denda minimal
Rp 100.000 hukuman denda maksimal Rp 2.000.000. Hukuman penjara minimal 10
hari, hukuman penjara maksimal 60 hari. Pasal 40 ayat b
iii.
Uraian No. 23 Dilarang membeli / memberi kepada pengemis
dll (no. 22). Hukuaman denda minimal Rp 100.000, hukuman denda maksimal Rp
2.000.000. Hukuman penjara minimal 10 hari, hukuman penjara maksimal 60 hari.
Pasal 40 ayat c
2) Arah Kebijakan
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta
Perda
Tibum ini dikeluarkan pada masa dibuatnya Rencana Strategis Daerah Provinsi DKI
Jakarta 2002 – 2007. Berdasarkan Renstrada tersebut maka Jakarta
memiliki dua peran yaitu peran sebagai ibukota negara dan peran sebagai kota jasa. Dengan dua
peran tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menjawab empat tantangan
besar yaitu, tantangan sosial, tantangan ekonomi, tantangan sarana dan
prasarana kota,
tantangan pengelolaan tata pemerintahan. Untuk menjawab keempat tantangan ini
maka dirumuskan Visi dan Misi dari DKI Jakarta. Visi dari DKI Jakarta
dirumuskan dengan “Terwujudnya Jakarta sebagai ibukota negara Republik
Indonesia yang manusiawi, efisien dan berdaya saing global, dihuni oleh
masyarakat yang partisipatif, berakhlak, sejahtera, dan berbudaya, dalam
lingkungan kehidupan yang aman dan berkelanjutan“ dan misi DKI Jakarta
dirumuskan dalam 5 misi yaitu:
a. Meningkatkan
pembangunan sarana dan prasarana kota
yang efisien, efektif, kompetitif dan terjangkau.
b. Mewujudkan
pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis partisipasi masyarakat
c. Menegakkan
supremasi hukum, meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban kota
d. Meningkatkan
kualitas kehidupan dan kerukunan warga kota
e.
Melaksanakan pengelolaan tata pemerintahan kota yang baik.
Untuk
menerjemahkan visi dan misi tersebut maka disusunlah Pokok Kebijakan
Pembangunan Propinsi DKI Jakarta 2002-2007 yaitu:
1)
Menegakkan supremasi hukum, kepastian
hukum dan budaya hukum
2)
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
kualitas aparatur daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pelayanan publik yang lebih berkualitas, profesional, transparan dan akuntabel
3)
Meningkatkan pengelolaan keuangan, aset
dan usaha daerah dalam rangka peningkatan kemandirian daerah
4)
Mempercepat pemulihan ekonomi daerah
melalui perbaikan infrastruktur dan akses sumber daya ekonomi, dalam rangka
mengurangi pengangguran dan kemiskinan
5)
Mewujudkan dan memperkuat basis ekonomi
melalui penguatan jaringan produksi dan distribusi, peningkatan peranserta
usaha mikro, UKM dan koperasi, penggunaan teknologi ramah lingkungan dan
peningkatan daya saing produk
6)
Meningkatkan kemampuan penyediaan layanan
pendidikan dan kesehatan dalam rangka wajib belajar 9 tahun, pemerataan
pendidikan dan pemerataan layanan kesehatan
7)
Meningkatkan pengendalian penduduk dan
sumber daya tenaga kerja dalam rangka peningkatan kualitas penduduk, perluasan
kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan peningkatan produktivitas masyarakat
8)
Memperkuat dan memperluas jaringan kerjasama
antar lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat dalam rangka mengurangi
konflik sosial dan tawuran masa
9)
Meningkatkan infrastruktur sosial dalam
rangka pengendalian PMKS, penyalahgunaan narkoba dan tawuran pelajar
10) Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui
perluasan ruang terbuka hijau, pengendalian produksi, pengendalian konsumsi dan
pengendalian aktivitas yang kurang ramah lingkunga
11)
Meningkatkan pembangunan sarana
dan prasarana kota dalam rangka peningkatan
pelayanan dan daya dukung kota
Untuk
memperjelas arah dan tujuan pembangunan Propinsi DKI Jakarta dalam 5 tahun ke
depan, maka digunakan 2 (dua) pendekatan implementasi yang akan dilaksanakan,
yaitu melalui pendekatan partisipatif yang berarti Mewujudkan masyarakat kota
yang mandiri dan sejahtera melalui proses pemberdayaan, dengan mengedepankan
prinsip demokratisasi, kesetaraan dan keberpihakan pada masyarakat dan juga
melalui pendekatan komprehensif, yaitu membentuk struktur ruang kota yang
strategis sesuai kebutuhan dan kondisi wilayah/kawasan, secara berkeadilan,
ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kedua pendekatan tersebut diimplementasikan
secara sinergis, terintegrasi, bertahap dan berkesinambungan.
Strategi
di Bidang Hukum, Ketentraman, Ketertiban Umum dan Kesatuan Bangsa meliputi
Menegakkan supremasi hukum dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan,
meningkatkan kualitas individu aparat, menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
peraturan, membangun mentalitas penegak hukum yang profesional, jujur dan tegas
untuk mendukung tercapainya kepastian, keharmonisan kehidupan hukum di
tengah-tengah masyarakat sehingga tercipta keadaan yang aman, tertib dan
tenteram. Strategi pada bidang Hukum, Ketentraman, Ketertiban Umum dan Kesatuan
Bangsa memiliki 4 indikator yaitu:
1.
Tegaknya supremasi hukum di
wilayah Propinsi DKI Jakarta
2.
Meningkatnya kesadaran
masyarakat ibu kota
akan aturan-aturan dalam Hukum
3.
Terwujudnya keharmonisan hidup
di masyarakat, sehingga tercipta rasa aman, tertib dan tenteram, serta
menguatnya rasa kebangsaan
4.
Meningkatnya kualitas moral
dan mentalitas aparatur penegak hukum Pemda Propinsi DKI Jakarta.
B. Ruang Lingkup Perda
Salah
satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah
penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka
penegakkan Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan ketertiban guna
terwujudnya kota Jakarta
sebagai kota jasa, kota
perdagangan dan kota
pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram.
Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah dan DPRD Provinsi DKI Jakarta seharusnya diarahkan
pada peningkatan upaya untuk dapat menjamin tercapainya ketertiban umum tanpa
menggunakan pola atau melakukan perumusan yang mempunyai kecenderungan tinggi
untuk overkriminalisasi. Pola kebijakan yang dirumuskan tanpa partisipasi masyarakat
secara luas juga mempunyai kecenderungan untuk melanggar peraturan
perundang-undangan yang berada di atas Perda seperti UU No 10 Tahun 2004.
Suatu
kebijakan publik yang baik dan dirumuskan dalam bentuk peraturan perundang –
undangan yang baik seharusnya memuat asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik seperti:
1.
kejelasan tujuan
2.
kelembagaan atau organ pembentuk yang
tepat
3.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan
4.
dapat dilaksanakan
5.
kedayagunaan dan kehasilgunaan
6.
kejelasan rumusan
7.
keterbukaan
Dan
materi dari perumusan aturan tersebut harus berpijak pada asas:
a)
Pengayoman
b)
Kemanusiaan
c)
kebangsaan
d)
kekeluargaan
e)
kenusantaraan
f)
bhinneka tunggal ika
g)
keadilan
h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan
i)
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j)
keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan.
Salah
satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah
penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka
penegakkan Peraturan Daerah, menjaga ketenteraman dan ketertiban guna
terwujudnya kota Jakarta
sebagai kota jasa, kota
perdagangan dan kota
pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram.
Untuk
itu Perda Tibum ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting untuk
memberikan motivasi dalam menumbuhkembangkan budaya disiplin masyarakat guna
mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang lebih tenteram, tertib, nyaman,
bersih dan indah, yang dibangun berdasarkan partisipasi aktif seluruh komponen
masyarakat.
Terkait
dengan hal tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur substansi materi
muatan sebagai berikut:
a)
tertib jalan dan angkutan jalan
b)
tertib jalur hijau, taman dan tempat umum
c)
tertib sungai, saluran, kolam dan lepas
pantai
d)
tertib lingkungan
e)
tertib tempat usaha dan usaha tertentu
f)
tertib bangunan
g)
tertib social
h)
tertib kesehatan
i)
tertib tempat hiburan dan keramaian
j)
tertib peran serta masyarakat.
Sebagaimana
ketentuan lain, maka Perda Tibum juga mempunyai sanksi pidana yang dibagi dalam
dua jenis yaitu tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan. Sanksi
pidana ini diatur dalam Bab XIV yang terdiri dari 4 pasal. Secara umum variasi
ancaman hukuman pidana untuk jenis tindak pidana pelanggaran adalah pidana
kurungan berada pada kerangka min 10 hari hingga mencapai max 180 hari
sementara pidana denda min Rp. 100.000 hingga mencapai max Rp. 50.000.000.
C. Analisa Masalah
Terdapat
beberapa pihak terkait yang dapat menjadi rujukan dalam perubahan kebijakan
dalam memandang persoalan di seputar ketertiban umum yaitu perumus dan pembuat
kebijakan, yaitu pemerintah provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta,
pelaksana kebijakan yang biasanya terdiri dari tiga pihak yaitu Dinas Sosial,
Dinas Tramtib, dan Satpol PP, dan yang paling terpenting adalah objek dari
kebijakan, yaitu masyarakat.
Pada
tingkat perumus dan pembuat kebijakan diperlukan suatu strategi kebijakan yang
dapat mempengaruhi suatu proses perumusan dan pembuatan kebijakan. Pilihan ini
dapat diambil oleh masyarakat, karena jaminan terhadap partisipasi masyarakat
sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 53 UU No 10 tahun 2004 yang berbunyi
“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka
penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan
daerah.”
Para tingkat pelaksana kebijakan,
perlu adanya suatu strategi pendekatan untuk tidak hanya semata – mata
melakukan penegakkan hukum, akan tetapi dapat ditekankan pada konsistensi
penegakkan hukum sehingga tidak muncul kesan adanya tindakan yang dikategorikan
sebagai tindakan diskriminatif
Pada
tingkat objek kebijakan, perlu dirumuskan adanya strategi agar masyarakat dapat
mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan namun di saat yang sama masyarakat
juga dapat tetap menjalankan mata pencaharian dan dorongan untuk dapat berbuat
dan berbagi terhadap kelompok masyarakat miskin di Jakarta
Terlepas
dari persoalan tersebut, Peraturan Daerah No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban
Umum (lebih dikenal dengan Perda Tibum), sejak awal sudah menuai reaksi negatif dari masyarakat dan bahkan mengancam akan
mengajukan pengujian perda ke Mahkamah Agung. Reaksi penolakan yang juga
diikuti dengan langkah hukum dengan mengajukan pengujian perda tibum ini ke
Mahkamah Agung patut menjadi perhatian.
Setidaknya
ada permasalahan penting dalam pandangan penulis terkait dengan Perda Tibum ini
yaitu persoalan Pedagang Kaki Lima dan persoalan pengemis. Persoalan ini
penting mengingat adanya pemidanaan tidak hanya terhadap pedagang kaki lima
namun juga terhadap konsumen dari pedagang kaki lima tersebut (Vide Pasal 27 jo
Pasal 61 ayat (1) Perda No 8 Tahun 2007) serta adanya pemidanaan tidak hanya
terhadap pengemis namun juga terhadap orang yang memberikan sedekah kepada
pengemis tersebut (Vide Pasal 40 jo Pasal 61 ayat (1) Perda No 8 Tahun 2007).
D. Strategi Alternatif
Strategi
yang harus diambil terkait dengan persoalan pedagang kaki lima serta pengemis
seharusnya mengacu pada strategi yang dirumuskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2007 – 2012 diantaranya
yaitu: optimalisasi pemanfaatan sumber daya kota yang mencakup aset Human,
Social, Cultural, Intelectual and Creative, Natural, Environmental dan
Infrastructure, dalam rangka memberikan kontribusi guna terwujudnya kota
Jakarta yang nyaman dan sejahtera untuk semua serta berkelanjutan., Konsistensi
dalam implementasi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah,
penegakan hukum terhadap pelanggaran baku mutu lingkungan, mengembalikan
keadaan udara bersih, laut biru dan air tanah yang tidak tercemar, dan
Membangun model kebersamaan antara pemerintah, masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah, menjawab
tantangan masa depan, dan memanfaatkan potensi dan peluang yang dimiliki kota.
Ada beberapa pilihan strategi
alternatif yang dapat ditempuh dalam menjalankan kebijakan terkait dengan
ketertiban umum yang pada pokoknya adalah merumuskan ulang Perda No 8 Tahun
2007 tentang Ketertiban Umum. Hal ini diperlukan mengingat bahwa secara prinsip
Perda No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum ini dapat menimbulkan kontroversi
yang meluas di kalangan masyarakat dan memiliki ketidak sesuaian dengan RPJMD 2007
– 2012 yang telah dirumuskan oleh pemerintah dan DPRD DKI Jakarta
Namun
ada beberapa strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan pada tingkat
pelaksanaan kebijakan yaitu terkait dengan persoalan pedagang kaki lima adalah
melakukan penataan ruang perkotaan yang berbasis pada partisipasi masyarakat
luas dan mempertimbangkan kebutuhan ada daya dukung lingkungan, memberikan
ruang – ruang yang cukup di lingkungan kota bagi para pelaku usaha mikro dan
untuk persoalan terkait dengan gelandangan dan pengemis dapat digunakan
strategi yaitu pengembangan sistem informasi kependudukan yang terpadu untuk
mencegah arus urbanisasi dari wilayah sekitar Jakarta ke wilayah Jakarta,
memperbanyak balai latihan kerja dan/atau balai wirausaha sehingga
kelompok masyarakat miskin di Jakarta dapat mengembangkan keterampilan diri,
dan memperluas pelayanan serta rehabilitasi sosial. Keseluruhan Strategi
alternatif ini harus dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan untuk
dapat mencapai hasil yang terbaik
E. Pilihan Strategi Alternatif
Dengan
melihat pada RPJMD 2007 – 2012, maka pilihan strategi alternatif untuk menjawab
tingkat efektifitas Perda Tibum adalah:
1.
Perumusan ulang Perda No 8
Tahun 2007
Perumusan
ini diperlukan untuk menjawab persoalan kriminalisasi terhadap konsumen dari
pedagang kaki lima
dan juga pemberi sedekah terhadap pengemis. Persoalan yang terjadi adalah
kriminalisasi terhadap konsumen pedagang kaki lima dan pemberi sedekah terhadap pengemis
juga tidak akan berjalan efektif, karena akan mendapatkan perlawanan dari
masyarakat.
2.
Penataan ruang perkotaan
Penataan
ruang kota juga diperlukan untuk menjawab
persoalan menjamurnya pusat – pusat perdagangan modern di setiap sudut kota Jakarta.
Tanpa perencanaan matang, maka menjamurnya pusat – pusat perdagangan modern
dapat membawa dampak ikutan yaitu polusi dan terganggunya daya dukung
lingkungan hidup.
3.
Pengembangan ruang perkotaan
bagi pedagang mikro
Pedagang
mikro atau pedagang kaki lima
adalah sektor usaha informal yang dapat menampung sektor kelompok usia produktif
yang menganggur. Tanpa menciptakan dan mengatur ruang yang cukup, maka
keberadaan pedagang kaki lima akan dapat
menciptakan ketidakteraturan kota dan juga
ketidaknyamanan kota.
Namun, apabila sasaran kebijakan hanya melakukan pemidanaan tanpa memberikan
ruang yang cukup bagi para pedagang kaki lima
juga menimbulkan uang retribusi gelap yang akhirnya pemerintah DKI Jakarta
tidak dapat memanfaatkan potensi pajak daerah yang cukup besar itu.
4.
Pengembangan sistem informasi
kependudukan yang terpadu
Dengan
pengembangan sistem informasi kependudukan terpadu diharapkan dapat menjadi
data statistik jumlah penduduk miskin di Jakarta
dan sebaran tempat tinggal kelompok masyarakat miskin ini. Dari data ini
diharapkan dapat dirumuskan strategi pemecahan masalah agar kelompok masyarakat
miskin ini dapat memperluas akses terhadap layanan – layanan dasar yang
disediakan oleh pemerintah DKI Jakarta dan juga membuka akses terhadap
pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi di wilayah domisili kelompok
masyarakat miskin tersebut.
5.
Pengembangan balai latihan
kerja atau balai wirausaha
Pengembangan
balai latihan kerja dan balai wirausaha ini diperlukan agar kelompok masyarakat
miskin ini dapat ditingkatkan kemampuan dan kapasitasnya sehingga kelompok
tersebut juga tidak hanya mengharapkan sedekah dan derma dari anggota
masyarakat lain namun juga dapat meningkatkan taraf kehidupannya menjadi lebih
baik dengan memiliki keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
dan/atau menciptakan pekerjaan.
6.
Memperluas pelayanan dan
rehabilitasi sosial
Kelompok
masyarakat miskin di Jakarta
tidak bisa hanya diberikan pancingan namun juga diperlukan suatu pendekatan
kebijakan yang mampu melindungi dan juga memberikan fasilitas dasar dan layanan
dasar tertentu dari pemerintah. Pemberian fasilitas dan layanan dasar ini,
tidak bisa diberikan selamanya namun dapat diberikan selama jangka waktu
tertentu sampai ia mampu untuk tidak tergantung pada bantuan pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika
ingin menjadikan Jakarta sebagai wilayah ibukota negara yang terbebas dari
gepeng, fakir miskin, serta anak jalanan, hal yang sebaiknya dilakukan pemda
DKI adalah memberikan pelatihan kepada mereka agar mereka memiliki keterampilan
untuk bekerja, bukan mengeluarkan peraturan yang justru malah merampas hak –
hak masyarakat untuk membantu sesama – dan menerima bantuan dari sesama.
Karena
kanyataan yang terjadi dilapangan, para gepeng, fakir miskin, serta anak – anak
tarlantar yang tertangkap oleh petugas, bukanlah diberikan bekal pelatihan
serta bimbingan pada saat mereka di karantina, tetapi dari informasi yang saya
dapat, sebagian besar dari mereka justru hanya dipukuli dan diancam akan
diperlakukan lebih buruk lagi jika mereka mengulangi kegiatan mereka sebgai
pengemis.
Dari
hal tersebut, apakah pantas seorang warga negara yang seharusnya mendapatkan
bimbingan dan arahan agar menjaddi manusia yang lebih baik dan berguna bagi
bangsa dan negara justru malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan serta
mendapat intimidasi serta tekanan psikologis yang mungkin saja akan membuat
mereka semakin sulit utuk diatur.
Negara
sebagai pemegang amanat dari konstitusi dasar RI (UUD 1945 dan Pancasila),
harus bersikap adil dan bijaksana dalam memperlakukan serta melindungi hak –
hak dasar setiap warga negaranya, tanpa harus melihat perbedaan ras, suku,
agama dan golongan setiap warga negaranya tersebut. Hal ini merupakan kewajiban
dasar negara yang tercantum dalam UUD 1945, yang mana didalam UUD tersebut
berbunyi “fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh negara”.
B. Saran
Saran
saya tentang perda No. 8 Thn 2007 yang dikeluarkan oleh PEMDA DKI Jakarta,
sebaiknya dikaji dan ditinjau ulang, dan bila perlu perda tersebut dijadikan
mekanisme feedback agar dapat dikeluarkan kembali menjadi output yang sesuai
dengan keadaan pada kenyataannya. Hal ini dikarenakan Perda tersebut selain
tidak sesuai dengan kebutuhan, juga karena perda tersebut berbenturan dengan
UUD 1945, yang merupakan sumber uatama pembentukan hukum positif yang berlaku
di Indonesia
setelah Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
- Perda DKI Jakarta N0.8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum (Wikipedia)
- Johny, Ibrahim, Teori dan Metodologi Pnelitian Hukum Normatif 2008
- UUD 1945
- Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum 2006
- Materi Pembelajaran Kewarganegaraan UNAS oleh Zakaria Yasin
- Materi Pembelajaran Pengantar Ilmu Hukum oleh TB.Ali Asghar
- blog/gunawan.perdatibum.com, diakses pada tanggal 03 Juli 2015
- Wikipedia, diakses pada tanggal 01 Juli 2015